Dari kisah inspiratif Stephen Hawking berikut kita akan belajar bagaimana menghargai waktu. Stephen Hawking yang dulunya pemalas tiba-tiba menjadi penuh semangat dan optimis dalam menjalani hidupnya setelah didiagnosa oleh dokter bahwa umurnya tidak panjang lagi.
Siapa yang tidak mengenal Stephen Hawking? Seorang scientist terkenal di dunia yang harus menjalani sisa hidupnya dengan kondisi tubuh yang lumpuh. Namun tidak dengan semangatnya.
Stephen Hawking lahir dalam keluarga yang berpendidikan tinggi. Kedua orang tuanya adalah lulusan universitas. Oleh karena itu, tidak heran bahwa pendidikan menjadi penting bagi keluarganya.
Namun ternyata Stephen Hawking tidak seperti orang tuanya. Dia awalnya susah untuk menerima pelajaran di sekolahnya sehingga dia pun hanya menjadi siswa rata-rata di sekolahnya. Hawking tidak pandai membaca hingga usianya menginjak 8 tahun.
Seiring berkembangnya kemampuan Stephen Hawking dalam mengikuti pelajaran di dalam dan luar sekolah, gurunya pun akhirnya tahu bahwa dia memiliki kelebihan yang tidak semua anak memilikinya. Jika kebanyakan anak bisa mengikuti pelajaran di dalam lingkungan sekolah, tidak dengan Stephen Hawking. Dia lebih pandai dalam hal-hal di luar sekolahnya. Dia tidak bisa mengikuti apa yang yang diajarkan oleh gurunya karena otaknya berkembang lebih cepat daripada yang lain. Hingga akhirnya dia dijuluki “Einstein” di sekolahnya.
Pada usia 17 tahun, Stephen Hawking melanjutkan pendidikan di Oxford University dengan jurusan Fisika dan Kimia. Namun dia mengalami masa-masa yang membosankan di perguruan tinggi tersebut. Dia cenderung menjadi anak yang malas. Dia merasa tidak bangga dan tidak ada hal yang bisa dia lakukan.
Lulus dari Oxford, dia melanjutkan ke Cambridge University dengan spesifikasi jurusan Kosmologi. Namun tidak lama, Stephen Hawking mengalami penyakit yang aneh dalam tubuhnya. Dia mulai susah berbicara, sikapnya mulai canggung dan kikuk, bahkan dia kerap terjatuh saat berjalan. Beruntung Stephen saat itu juga bertemu dengan calon istrinya, yaitu Jane.
Setelah serangkaian test dia lakukan di rumah sakit. Ternyata Stephen Hawking didiagnosa mengalami amyotrophic lateral sclerosis. Bahkan dokter mendiagnosa bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Dia diprediksi meninggal pada usia 21 tahun.
Mengetahui hal tersebut apa yang dilakukan Stephen Hawking?
Stephen Hawking memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan sisa hidupnya. Didiagnosa tidak berumur panjang tidak lantas membuatnya patah semangat. Justru sebaliknya, dia berusaha melakukan yang terbaik di setiap waktunya.
Bahkan Stephen Hawking memutuskan untuk menikahi Jane dan akhirnya dia memiliki 3 orang anak dari pernikahan tersebut. Dia menulis banyak buku dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dia dalami di bidang kosmologi. Bukunya yang terkenal adalah “A Brief History of Time”.
Di tengah keterbatasannya, Stephen Hawking selalu ingin menjadi yang terbaik versi dirinya. Dia sekalipun tidak mau menyia-nyiakan waktunya.
Akhirnya dia mendapati bahwa diagnosa dokter yang mengatakan bahwa usianya hanya sampai pada 21 tahun tidak lah benar. Dia bisa bertahan 55 tahun setelah diagnosa penyakit tersebut. Dan dia pun meninggal di usia 76 tahun.
Kisah inspiratif Stephen Hawking tersebut mencoba memberitahu kepada kita bahwa ketika kita mendapatkan kabar terburuk untuk masa depan kita, tidak seharusnya kita menyerah karena hal itu belum terbukti. Justru kita masih ada kesempatan untuk berbuat lebih baik lagi, jangan sia-siakan waktu yang tersisa dalam hidup kita. Karena kita tak pernah tahu berakhir di usia yang ke berapa.
Jangan menunggu kematian datang kepadamu. Karena itu akan sia-sia jika tak ada yang bisa dilakukan. Lebih baik mengisi hidup dengan hal-hal yang baik.
Dari kisah inspiratif Stephen Hawking ini kita belajar dimana ada kehidupan disitulah ada harapan. Selama masih hidup, maka kita masih ada kesempatan untuk bisa melakukan yang terbaik.
Kebanyakan dari kita menjumpai orang yang malah berputus asa ketika tahu hidupnya tak lama lagi. Berubah menjadi kecewa, putus harapan, dan semakin pesimis terhadap kehidupan. Apakah tidak ada pilihan lain selain menyerah?
Selalu ada pilihan bagi diri kita untuk tetap optimis terhadap kehidupan. Tidak seharusnya kita menanggapi kematian dengan keputus-asaan. Karena semuanya pun akan mati.
Yang harus berubah dari diri kita adalah bagaimana kita merespon terhadap rintangan dari luar. Dari kisah Stephen Hawking, kita jadi tahu arti perjuangan untuk bisa tetap hidup. Dan tak apa berpikir bahwa usia kita tak akan lama lagi, jika itu yang mampu membuat kita semangat untuk terus memperbaiki diri dan memberikan yang terbaik dari apa yang kita bisa lakukan.