Cerita Islami tentang
kejujuran sangat kita butuhkan untuk selalu memupuk rasa jujur di dalam diri.
Karena apalah arti kemenangan tanpa kejujuran. Maka hasil yang kita dapatkan
itu tak akan bertahan lama.
Berikut ini cerita Islami
tentang kejujuran dari Nabi Syu’aib dan para sahabat nabi. Dengan berkaca pada
hikmah cerita kaum terdahulu semoga kita bisa memetik nilai dari kejujuran
tersebut.
Cerita Islami
Tentang Kejujuran Abdullah
bin Mas’ud
Sifat
jujur merupakan salah satu sifat yang tidak dimiliki oleh setiap orang pasalnya
banyak orang yang latar belakang pendidikannya bagus namun mereka tidak
memiliki kepribadian jujur, akibatnya mereka sulit untuk mendapatkan ketenangan
hidup.
Orang-orang
jujur ini banyak sekali kita jumpai kisah-kisahnya pada zaman Nabi Muhammad,
salah satunya yaitu kisah Abdullah bin Mas’ud yang menjadi penggembala kambing. Simak cerita islami tentang kejujuran sahabat nabi berikut ini :
Abdullah
bin Mas’ud merupakan seorang yang mempunyai sifat jujur. Sebelum memeluk agama Islam
Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang penggembala kambing. Ia menggembala
kambing milik seorang petinggi Quraisy Uqbah bin Abi Muaith. Dari pagi hingga
sore ia habiskan waktunya untuk menggembala.
Pada
suatu hari saat ia menjaga ternak, ada dua orang laki-laki paruh baya yang
datang menghampirinya. Kedua laki-laki itu nampak haus dan begitu kelelahan.
Mereka kemudian memberi salam kepada Abdullah bin Masud dan memintanya untuk
memerahkan susu kambing tersebut.
Akan
tetapi, Abdullah bin Mas’ud menolak memberikan susu itu karena bukan miliknya.
“Kambing-kambing ini bukan milik saya. Saya hanya memeliharanya,”
katanya dengan jujur.
Mendengar
jawaban itu, dua laki-laki tersebut tak memberikan bantahan. Walau pun sangat
kehausan, mereka sangat senang dengan jawaban jujur si penggembala itu. Kegembiraan
ini sangat jelas terlihat di wajah mereka.
Ternyata
kedua orang itu adalah Rasulullah dan sahabatnya, Abu Bakar Ash Shiddiq. Hari
itu, keduanya pergi ke pegunungan Mekah untuk menghindari siksaan dan perlakuan
kejam kaum Quraisy.
“Apakah
kau mempunyai kambing betina yang belum dikawinkan?” tanya Rasulullah.
“Ada.” jawab Abdullah.
Lalu
Abdullah mengajak Rasulullah dan sahabatnya melihat seekor kambing betina yang
masih muda. Kemudian kaki kambing itu diikat. Rasulullah menyuapkan tangannya
ke tubuh kambing tersebut sambil berdoa kepada Allah.
Saat
itulah turun rizki dari Allah. Tiba-tiba saja susu kambing itu mengalir sangat
banyak. Abu Bakar segera mengambil sebuah batu cekung yang digunakan untuk
menampung air susu hasil perahan.
Mereka
pun meminumnya bersama-sama. Setelah itu, Rasulullah berkata
“kempislah”. Seketika susu kambing menjadi kempis dan tidak
mengeluarkan susu lagi.
Abdullah
bin Mas’ud pun takjub dan terkejut menyaksikan hal tersebut. Sebab kambing
tersebut sebelumnya belum pernah mengeluarkan air susu. Tapi di depan matanya
saat itu kambing tersebut malah mengeluarkan air susu yang banyak dan bisa dinikmati
bersama.
Itu
adalah karunia Allah ujar Rasulullah. Kemudian muncul kekaguman Abdullah bin
Mas’ud kepada tamunya. Tak lama usai peristiwa itu, Abdullah kemudian memeluk
agama Islam dan menjadi salah satu penghafal Alquran terbaik.
Cerita Islami Tentang Kejujuran Yunus bin
Ubaid
Kalau kita semua mengenal Utsman bin Affan sebagai
saudagar kaya raya dan dermawan, dalam cerita islami tentang kejujuran ini, Yunus bin Ubaid dikenal sebagai saudagar yang
ramah dan jujur kepada pembeli.
Yunus
bin Ubaid adalah seorang pedagang emas yang berasal dari generasi tabi’in.
Tabi’in adalah orang-orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para sahabat
Nabi Muhammad SAW dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad SAW.
Sebagai
seorang saudagar, Yunus bin Ubaid merupakan orang yang menjual barang sesuai
dengan nilainya, tidak dilebihkan atau dikurangi. Kisahnya yang paling terkenal
sebagai saudagar jujur adalah ketika ada seorang dari kalangan Badui yang
mengunjungi toko perhiasannya dan membeli sebuah perhiasan.
Dalam
suatu kisah, saat para saudagar yang lain belum membuka kiosnya, Yunus bin
Ubaid telah membuka kios miliknya lebih dulu. Lalu seperti biasa setelah
membuka kios, Yunus menitipkan semua jualannya kepada adik laki-lakinya untuk
menunaikan salat dua rakaat.
“Kamu
tunggu di sini. Saya akan segera kembali.” kata Yunus kepada adiknya.
“Baiklah,
saya juga sementara ini belum ke mana-mana.” jawab adik Yunus.
Lalu,
Yunus pun pergi untuk menunaikan salat yang telah menjadi kebiasaannya sebelum
menjalani rutinisan akad jual-beli. Sementara adik Yunus membantunya untuk
menjaga kios. Ketika kios itu ditinggal, ada seorang dari kalangan Badui datang
dan hendak membeli sesuatu.
Setelah
mlihat-lihat perhiasan yang dijajakan di kios Yunus, “Berapa harganya ini,
Anak muda?, tanya orang tersebut sambil menunjuk perhiasan yang diinginkannya.
“Saya
kasih harga 400 dirham.” jawab adik Yunus.
Orang
tersebut tampaknya sangat menyukai perhiasan yang dijual di kios Yunus. Sampai
pada akhirnya, dia membeli barang yang ditanya kepada adik Yunus tanpa meminta
untuk menurunkan harga atau tawar-menawar. Namun sayang, sifat kejujuran Yunus
sepertinya tidak sepenuhnya menurun ke sang adik.
Adik Yunus berlaku curang dengan mengatakan barang
yang dibeli dari orang kalangan Badui tersebut dijual dengan harga dua kali
lipat, yakni 400 dirham. Padahal, harga yang sebenarnya ditetapkan oleh Yunus
adalah sebesar 200 dirham.
Lantas,
tanpa direncanakan, ketika orang Badui itu keluar dari kios Yunus, dia malah
bertemu dengan sang pemilik kios yang asli tersebut di persimpangan.
Yunus
tampak sudah mengetahui bahwa orang ini habis berkunjung dan membeli sesuatu
dari kiosnya. Lalu, Yunus pun menyapa sekaligus orang Badui tersebut.
“Berapakah
harga barang yang kamu beli ini?” tanya Yunus.
“400
dirham,” jawab orang Badui tersebut.
Yunus
kaget setelah mendengar jawaban itu, karena jelas barang yang dibelinya jauh
dari harga asli.
“Tetapi,
harga perhiasan ini sebenarnya hanya 200 dirham.” kata Yunus.
Menyadari
bahwa adiknya telah menaikkan harga dua kali lipat, Yunus pun mengajak orang Badui
tersebut kembali ke kiosnya dengan maksud mengembalikan kelebihan uang dari
perhiasan yang dibelinya,.
“Mari
ke kios lagi, supaya saya dapat kembalikan kelebihan uang kepada Saudara.”
minta Yunus.
Orang
Badui tersebut seakan merasakan niat baik dari Yunus. Tapi, dia menolak dengan
halus dengan alasan harga yang diberikan cocok dari barang yang dibelinya.
“Di
kampungku, harga barang ini paling murah 500 dirham.” katanya.
Namun,
Yunus yang dikenal jujur memohon untuk orang Badui ini menerima ajakannya
kembali ke kios. Lantas, menyadari ketulusan Yunus, orang tersebut akhirnya
memenuhi permintaan Yunus untuk kembali ke kiosnya. Di sana, Yunus
mengembalikan kelebihan uang pembelian orang Badui tersebut.
Ketika
orang itu pergi, Yunus pun memanggil adiknya, “Apakah kamu tidak merasa
malu dan takut kepada Allah SWT atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan
harga dua kali lipat?” tanya Yunus.
Merasa
tak mau disalahkan, adiknya berpikir bahwa orang itu saja tidak mau menawar
harga yang dibelinya. Andai saja orang itu mau menawarnya, ia akan menjual
perhiasan itu dengan harga yang semestinya,
“Dia
sendiri yang mau membeli dengan harga 400 dirham.” jawab adiknya.
“Ya,
tetapi di atas pundak kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara
kita seperti memperlakukan terhadap diri sendiri.” ujar Yunus.
“Tiada
sesuatu yang dimakan oleh seseorang yang lebih baik daripada makan dari hasil
tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud as juga makan dari hasil kerja
tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Dari cerita islami tentang kejujuran Yunus ini kita dapat mempelajari bahwa sosok
Yunus, selain menjadi saudagar yang jujur dan ramah, dia adalah pedagang yang
mengerti bagaimana cara merealisasikan ibadah tatkala bekerja.
Cerita Islami Tentang Kejujuran Kisah Nabi Syuaib
As
Nabi Syuaib
As ialah seorang nabi yang diutus untuk berdakwah kepada kaum Madyan, atau
sekarang masuk wilayah Yordania. Mereka terkenal dengan sifat curang dalam
melakukan jual beli barang alias tidak jujur. Akibat menolak ajakan bertaubat,
kaum Madyan akhirnya mendapatkan azab dari Allah SWT.
Dalam
Al-Qur’an surah Hud ayat 84, Allah SWT berfirman: وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا
ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ وَلَا تَنْقُصُوا
الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ۚ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ
عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ Artinya: “Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus)
saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran
dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu)
dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan
(kiamat)”.
Satu kutipan ayat di atas dapat memberikan
gambaran singkat terhadap kehidupan kaum Madyan. Mereka adalah sebuah kaum yang
suka untuk tidak berbuat jujur dalam melakukan perdagangan. Meskipun sudah
diperingatkan melalui utusan-Nya, penduduk Madyan tetap saja mengabaikan hingga
azab datang.
Berkaitan dengan buruknya perilaku kaum Madyan
kala itu, Allah SWT juga telah menyebutkannya dalam surah Al-‘Araf 85 dengan
bunyi sebagai berikut: “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan
saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang
beriman”.
Demikian dikisahkan bahwa kaum Madyan tersebut
memang benar-benar melakukan kecurangan dalam berniaga sehingga Allah SWT
mengutus salah satu di antara mereka untuk menjalankan dakwah. Dan dipilihlah
Nabi Syuaib As sebagai pembawa risalah agar penduduk tersebut berbuat jujur
dalam berdagang. Dalam menjalankan tugasnya, seperti dijelaskan melalui surah
Hud ayat 84, sang nabi tidak serta merta langsung meminta agar kaum Madyan
segera menghentikan perbuatan buruk tersebut. Akan tetapi, Nabi Syuaib As lebih
dulu mengajarkan tentang arti tauhid kepada mereka. Dengan kata lain, Nabi
Syuaib menekankan mereka untuk bertakwa kepada Allah SWT. Dengan keimanan yang
didapatkan, kaum Madyan itu diharapkan segera mengakhiri perbuatan curang alias
tidak lagi mengurangi takaran dalam berdagang. Meskipun demikian, sebagian
besar justru menolak ajakan berbuat jujur. Hanya segelintir saja yang mau
menerima dakwah beliau. Hingga seperti dituliskan lewat surah Hud ayat 89-90,
Nabi Syuaib As memperingatkan kepada mereka perihal adanya azab dari Allah SWT
yang bisa saja datang.
Hal yang sama disebutkan juga pernah menimpa kaum
pada zaman Nabi Nuh As, Nabi Hud As, serta Nabi Saleh As saat mereka berani
untuk mengingkari kebenaran dari Yang Maha Kuasa. Akhir kata, Allah kemudian
meminta kepada Nabi Syuaib As beserta pengikutnya untuk segera meninggalkan
tempat tersebut. Datanglah azab berupa cuaca yang sangat panas, awan yang
sangat hitam, dan ditimpakanlah kepada kaum Madyan berupa api yang membakar
seluruhnya hingga binasa.
Dalam surah Hud ayat 94-95 disebutkan bahwa:
“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang
yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang
yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka
mati bergelimpangan di rumahnya”. “Seolah-olah mereka belum pernah
berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan
sebagaimana kaum Tsamud telah binasa”.
Bagaimana menurut kamu cerita islami tentang
kejujuran di atas? Kejujuran pada jaman dulu memang sangat diuji dalam bidang
perdagangan karena merupakan mata pencaharian utama saat itu. Demikian juga
ketika kita membaca cerita-cerita nyata tersebut, semoga kita bisa memaknainya
sehingga bisa berlaku jujur dalam setiap langkah perjalanan hidup.
Source :
https://infakyatim.id/inspirasi/sifat-jujur-abdullah-bin-masud-
https://tirto.id/kisah-nabi-syuaib-as-keteladanannya-sikap-jujur-dalam-berdagang-gbxc
https://kumparan.com/hijab-lifestyle/kisah-yunus-bin-ubaid-sebagai-saudagar-paling-jujur-1taj3Wc1ouD/full