Cerita inspiratif tentang perjuangan wanita kali ini datang dari seorang wanita berkursi roda asal Pakistan yang bernama Muniba Mazari. Cerita inspiratif Muniba Mazari patut menjadi contoh bagi kita untuk tidak ragu dalam berbuat kebaikan bagaimanapun kondisi kita.
Muniba Mazari adalah salah satu contoh perempuan yang berada di dalam lingkungan keluarga yang konservatif. Pakistan sendiri lebih dikenal sebagai negara yang patriarki. Hal ini tidak heran jika masih terdapat kasus-kasus yang berkaitan dengan sosok wanita yang termarginalkan. Diskriminasi terhadap perempuan di negara ini dianggap biasa dan wajar. Karena budaya dimana laki laki selalu dianggap lebih unggul diatas perempuan telah tertanam kuat dari sejak negara itu belum berdiri.
Kita bisa mengenal lebih dekat bagaimana dan siapa sosok Muniba Mazari ini melalui biografi Muniba Mazari. Selain melalui link tersebut, kita juga bisa follow sosial medianya melalui instagram @munibamazari, akun facebooknya dan channel youtube official Muniba Mazari. Nah, dengan begitu kita juga bisa mengikuti berbagai aktivitas yang dilakukan oleh wanita inspiratif ini.
Salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam kehidupan para perempuan di Pakistan, khususnya di daerah Balochistan, mereka dituntut untuk menikah lebih dini dengan pasangan pilihan orang tuanya. Seperti yang telah diceritakan di bab sebelumnya tentang tradisi honour killing. Hukuman yang diterima oleh seorang perempuan jika sampai melanggar apa yang menjadi tradisi mereka.
Kehidupan pribadi Muniba Mazari yang mengalami pernikahan dini pun menjadi terungkap kembali setelah kejadian kecelakaan yang mengubah hidupnya. Pernikahan dini yang nampak dipaksakan ini menjadi sumber permasalahan perempuan. Karena belum tentu perempuan merasa bahagia dengan karakter pasangan yang telah dipilhkan oleh orang tuanya. Dari pernikahan ini bisa saja timbul kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan hak hak perempuan yang terabaikan.
Jika kita lihat lagi fenomena pernikahan dini dan pernikahan yang dipaksakan ini tidak hanya terjadi di Pakistan. Indonesia sendiri, khususnya masyarakat di Jawa yang mengenal sosok RA. Kartini, kasus perempuan di Pakistan ini hampir sama. Sebagai manusia, perempuan tidak mendapatkan hak yang sama dibandingkan laki laki. Hanya saja di Indonesia kini sudah tidak begitu kuat lagi tradisi ini, karena sudah banyak perempuan berpendidikan yang menjadi ibu dan berhasil mendidik anak anaknya lebih modern.
Muniba Mazari adalah contoh perempuan Pakistan yang ingin mendobrak tradisi tersebut. Di awal memang dirinya memilih untuk mencoba menaati tradisi keluarganya. Tetap patuh menikah demi kedua orang tuanya dan tetap merasa semua baik-baik saja. Di sini lah letak kekuatan perempuan, ketika sesungguhnya hatinya tidak bahagia, dia tetap mampu tersenyum dan melanjutkan hidup demi orang yang dia sayangi.
Baca Juga : Muniba Mazari Sebagai Model Berkursi Roda Wanita Pertama di Pakistan
Muniba memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pelukis. Tapi hal itu tak pernah bisa dia raih saat menjalani kehidupan rumah tangga bersama suaminya. Suami Muniba Mazari pun nampaknya masih terbawa dengan adat konservatif dimana dia tinggal. Meski suami Muniba Mazari berprofesi sebagai pilot Angkatan Udara, masa depan Muniba harus kandas dengan menjadi seorang ibu rumah tangga. Dia harus memupus cita-citanya, karena bahkan untuk sekedar melakukan hobi melukisnya pun dia tak memiliki kesempatan.
Muniba Mazari menikah pada saat berusia 18 tahun. Saat itu tahun 2006, Muniba akhirnya dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang lelaki Pakistan, yang bernama Khurram Shahzad. Pada kenyataannya itulah yang dialami oleh lebih dari 650 ribu wanita Pakistan. Mereka harus bersedia untuk menikah pada usia dini.
Begitu pun dengan cita-citanya semasa kecil, Muniba Mazari bercita-cita untuk menjadi seorang artis atau seniman, dia suka melukis tapi tak pernah ada kesempatan untuk mengekspresikannya dalam sebuah lukisan yang nyata. Cita-cita itu hanya menjadi sebuah mimpi indah bagi Muniba Mazari yang harus siap dia kubur setelah pernikahan karena perjodohan itu dilaksanakan.
Masa depan dalam kacamata Muniba Mazari saat dia berusia 18 tahun adalah masa depan yang tak pernah bisa dia tebak arahnya. Dia hanya bisa menjadi anak penurut bagi orangtuanya dan setelah menikah pun dia beranjak dewasa menjadi wanita penurut bagi suaminya. Tidak ada yang salah dengan ini, karena dalam Islam pun kodrat seorang anak perempuan dan wanita memang begitu. Namun yang perlu diubah adalah bagaimana didikan dan paksaan yang melukai fisik dan hati seorang anak perempuan. Pernikahan usia dini tentu bukan lah solusi yang tepat jika orang tua menghendaki anak perempuannya menjadi penurut. Ada banyak cara lain yang bisa digunakan agar anak-anak perempuan pun dianggap sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak dan kebebasannya dalam berbicara dan mencari apa yang menjadi kebahagiaan dirinya.
Namun kini dirinya mampu bangkit dan memberikan cerita inspiratif bagi kita semua. Di tengah keterbatasannya dia mampu meraih apa yang selama ini dia cita-citakan. Bahkan kini bisa kita temui banyak kata-kata bijak Muniba Mazari yang beredar di akun-akun media sosial.
Cerita inspiratif Muniba Mazari yang terus bangkit meski dia tahu harus berkawan dengan kursi roda selamanya menunjukkan bahwa tidak seharusnya hidup kita menjadi sia-sia ketika Tuhan memberikan hal lain, yang bahkan tidak kita inginkan sebelumnya. Muniba Mazari meyakinkan dirinya sendiri bahwa rencana Tuhan akan selalu menjadi yang terbaik, meski kini kita tidak tahu apa itu, tapi Tuhan tidak akan pernah mengecewakan hambanya.