Materi ini saya dapatkan saat mengikuti Antologi Perfecto Publisher. Materi ini menurut saya sangat menarik, mulai dari penyampaian bahasa sampai pesan yang bisa kita dapatkan. Semoga bermanfaat ya, temans!
Halo
teman-teman. Selamat datang di kelas menulis online garapan Perfecto Publisher.
Perkenalkan, aku Alien dari Uranus. Hari ini aku mau membawakan materi
sederhana, bukan materi berat kok, cuman tentang gaya bahasa dalam tulisan kita
sendiri. Sebelumnya, terima kasih kepada Perfecto Publisher yang sudah
menyediakan forum ini, sehingga aku bisa berbagi dengn teman-teman.
Okay, mari masuk
ke materi.
Sebagian dari
kita yang ingin menjadi penulis, selalu berandai-andai tentang penulis besar
dengan jutaan pembaca, dan karya yang fenomenal. Akhirnya kita menulis bukan
karena kita ingin menulis, melainkan karena kita ingin tulisan kita dibaca, dan
jadi terkenal. Padahal dua hal tersebut adalah bonus, setelah kita berhasil
menulis apa yang ingin kita tulis. Lalu bagaimana? Aku ingat sebuah kutipan
dari seorang penulis dalam bukunya, yang berbunyi; “Setiap tulisan memiliki pembacanya sendiri, dan aku telah memiliki
pembaca dari tulisanku, diriku sendiri.”
Kutipan lainnya,
“Jika kamu ingin menjadi penulis,
menulislah sebuah buku yang ingin kamu baca.” Lihat, bahwa sebenarnya kita
tidak harus menulis sesuatu yang langsung terkenal dan dibaca banyak orang,
karena semua itu ada prosesnya. Dalam sebuah film Rebel In The Rye, kita
disuguhkan sebuah perjalanan seorang penulis muda, yang selalu berambisi agar
tulisannya dibaca banyak orang. Namun tanpa disangka, setelah ratusan kali
ditolak, dia berhasil menulis sebuah novel yang ditulisnya berdasarkan amarah
di dalam dirinya. Dia berhasil menjadi terkenal, dan tulisannya dibaca banyak
orang saat dia mengenali dirinya sendiri.
Setiap penulis
memiliki gaya bahasanya sendiri. Gaya bahasa sebagian kecilnya dipengaruhi oleh
buku yang dibaca. “Terus, kalau pengen kayak
Pram, harus baca buku Pram?” Tidak bisa. Pram ya Pram, kita ya kita. Kita
tidak bisa seperti orang lain. Bahkan jika kita sangat mengidolakan tulisan
mereka. Tetaplah jadi diri sendiri. Kamu suka dengan puisi gaya lama, baca buku
puisi lama, dan tulislah dengan imajinasi kamu sendiri. Kamu suka membaca buku
sejarah, lalu ingin menulis novel sejarah, tulislah dengan gaya kamu sendiri.
Atau, kamu adalah si tukang galau, manfaatkan itu dengan menuliskannya di buku
harian, lalu kembangkan menjadi sebuah cerita yang menarik saat kamu membacanya
ulang.
“Kak, tapi susah banget mengatur alur dalam
tulisan sendiri. Gimana dong?”
Okay, aku ambil
jawaban dari guru bahasa Indonesiaku. Beliau bilang, “Tulis dulu, mau nantinya nyambung atau enggak, itu urusan belakangan.
Yang penting hari ini kamu menuangkan ide kamu. Bukan hanya menyimpannya di
dalam kepala.”
Ya, aku lakukan
apa yang guruku katakan. Sebuah novel pernah aku tulis, lalu aku posting di
FaceBook. Awalnya, tidak ada yang menyukai, kemudian banyak yang menantikan.
Aku memberanikan diri dari titik nol, mendapat kritik dan saran, juga beberapa
komentar buruk dari teman-teman yang sudah berpengalaman. Tapi, aku bangkit
setelah dijatuhkan berkali-kali. Karena aku suka menulis, bukan ingin jadi
penulis terkenal, yang memiliki jutaan pembaca. Maka, aku tulis apa yang ingin
aku baca.
Sekarang, aku
menemukan gaya bahasaku. Ya, meski tidak sekeren Dee Lestari atau Fiersa
Besari, tapi aku nyaman, dan tidak tertekan dengan keinginan para pembaca. Karena
setiap tulisan memiliki pembacanya sendiri. Menulislah karena kita ingin
menulis hal tersebut, bukan karena ingin tulisan itu dibaca oleh banyak orang. Soal
nanti siapa yang akan menyukainya, itu bonus, setelah kita menuangkan apa yang
ada di kepala kita.
“Susah kak, kalau harus merangkai kata biar
enak dibaca.”
Okay, kita coba
dengan analogi. Ibaratkan kamu dan buku kosong di hadapan kamu itu adalah dua
orang yang sedang bicara. Pulpen di tangan kamu adalah alat untuk merekam
percakapan itu. Sembari kamu bicara dengannya, kamu menulisnya. Buatlah
imajinasi seolah kejadian itu sedang terjadi, sedang kamu alami, apa yang kamu
katakan di saat itu, dan apa yang kamu rasakan di saat itu, tuliskanlah. Tulis
dengan jujur, sesuai pandangan kamu sendiri, seolah kamu ada di dalamnya.
Tidak perlu
kata-kata puitis, jika memang kamu belum menguasainya. Gunakan kata-kata, dan
susunan kalimat yang kamu pahami dan bisa kamu nikmati saat membaca ulang.
Jujur dengan apa yang kamu tulis. Di situ kamu tidak akan merasa sulit, atau bingung.
Karena kamu belajar menjadi tokoh utama dari sebuah cerita yang sedang kamu
garap.
Satu lagi,
tentang bagaimana tulisan itu bisa dinilai bagus atau tidaknya. Ini bukan
tentang mendapatkan pembaca, tapi memperoleh kritik serta saran agar kita
berkembang. Mulai dengan memperkenalkan kepada teman-teman terdekat. Kemudian
gunakan sosial media sebaik mungkin. Ada Storial, Wattpad, Instagram, FaceBook,
bahkan Tumblr, yang bisa jadi platform kita untuk belajar agar tulisan kita
semakin baik lagi. Jangan takut, jangan malu. Seperti pepatah, malu bertanya
akan sesat di jalan.
Terima kasih,
semoga kalian menjadi penulis hebat setidaknya untuk diri kalian sendiri.
Tetaplah jadi diri sendiri, tanpa perlu meniru siapapun, karena setiap apa yang
kamu tulis, itu adalah apa yang ingin kamu baca. Semangat!
Jika ada
pertanyaan, silakan!