Kisah inspiratif Islami tentang
kehidupan singkat memang tidak pernah gagal dalam memberikan motivasi
pengembangan diri. Tidak perlu jauh-jauh mencarinya, bahkan di sekitar kita pun
banyak cerita inspiratif tanpa kita sadari.
Berikut ini saya sajikan dua
kisah inspiratif Islami tentang kehidupan singkat yang saya ambil dari website
motivasi-islami.com.
Kisah Inspiratif Islami
Tentang Kehidupan Singkat : Kenapa Tidak Punya Mobil?
Tampang bingung. Itulah gambaran
yang bisa dilukiskan di wajah seorang bocah 6 tahun, saat melihat
lalu-lalangnya kendaraan di jalan. Bocah itu seakan tidak memperdulikan hilir
mudik orang-orang yang melaluinya bahkan ada beberapa orang yang hampir menendangnya.
Dia pun seakan tidak senang saat beberapa orang yang lewat memasukan uang receh
ke dalam kaleng yang sengaja di simpan di depannya.
“Sudah dapat berapa Ujang?” sapa
seorang wanita umur 40 tahunan yang mengagetkan si Ujang. Si Ujang menengok
wanita yang nampak lebih tua dari umur sebenarnya. Wanita itu tiada lain adalah
ibunya yang sama-sama membuka praktek mengemis sekitar 100-200 meter dari
tempat si Ujang mengemis.
“Nggak tahu Mak, hitung aja
sendiri,” jawab si Ujang sambil melihat kaleng yang ada di depannya. Tanpa
menunggu, wanita yang dipanggil Emak itu mengambil kaleng yang ada di depan si
Ujang. Kemudian isi kaleng tersebut ditumpahkan ke atas kertas koran yang
menjadi alas mereka duduk.
“Lumayan Ujang, bisa membeli nasi
malam ini. Sisanya buat membeli kupat tahu besok pagi.” Kata si Emak sambil
tersenyum lebar, karena rezeki malam itu lebih banyak dari hari-hari biasanya.
“Mak…” kata si Ujang tanpa
menghiraukan ucapan ibunya, “koq orang lain punya mobil? Kenapa Emak nggak
punya?” Tanya si Ujang sambil menatap wajah ibunya.
“Ah, si Ujang mah, aya-aya wae,
boro-boro punya mobil, saung aja kita mah nggak punya.” kata si Emak sambil
tersenyum. Si Emak kemudian membungkus uang yang telah dipisahkannya untuk
besok dengan sapu tangan yang sudah lusuh dan dekil.
“Iya, tapi kenapa Mak?” Rupanya
jawaban si Emak tidak memuaskan si Ujang.
“Ujang …. Ujang….” kata si Emak
sambil tersenyum. “Kita tidak punya uang banyak untuk membeli mobil.” kata si
Emak mencoba menjelaskan. Tetapi nampaknya si Ujang belum puas juga,
“Kenapa kita tidak punya uang
banyak Mak?” tanyanya sambil melirik si Emak.
“Kitakan cuma pengemis, kalau
orang lain mah kerja kantoran jadi uangnya banyak.” kata si Emak yang nampak
akan beranjak. Seperti biasa sehabis matahari tenggelam si Emak membeli nasi
dengan porsi agak banyak dengan 3 potong tempe atau tahu. Satu potong untuk si
Emak sedangkan 2 potong untuk si Ujang anak semata wayangnya.
Sekembali membeli nasi, si Ujang
masih menyimpan pertanyaan. Raut wajah si Ujang masih nampak bingung.
“Ada apa lagi Ujang?” kata si
Emak sambil menyeka keringat di keningnya.
“Kenapa Emak nggak kerja kantoran
saja?” tanya si Ujang dengan polosnya.
“Siapa yang mau ngasih kerjaan ke
Emak, Emak mah orang bodoh, tidak sekolah.” Jawab si Emak sambil membuka
bungkusan yang dibawanya.
“Udah …, sekarang makan dulu
mumpung masih hangat!” Kata si Emak sambil mendekatkan nasi ke depan si Ujang.
Si Ujang yang memang sudah lapar langsung menyantap makanan yang ada di
depannya.
“Kenapa Emak nggak sekolah?”
tanya si Ujang sambil mengunyah nasi plus tempe.
“Orang tua Emak nggak punya uang,
jadi Emak nggak bisa sekolah.”
“Ujang bakal sekolah nggak?” kata
si Ujang sambil menatap mata si Emak penuh harap.
Emak agak bingung menjawab
pertanyaan si Ujang. Lamunan Emak menerawang mengingat kembali mendiang suaminya,
yang telah mendahuluinya. Mata si Emak mulai berkaca-kaca. Karena gelapnya
malam, si Ujang tidak melihat butiran bening yang mulai menuruni pipi wanita
yang dipanggil Emak tersebut. Karena tak kunjung dijawab, si Ujang bertanya
lagi.
“Kalau Ujang nggak sekolah, nanti
kayak Emak lagi dong. Iya kan Mak?”
Pertanyaan Ujang makin menyesakan
dada si Emak. Siapa yang ingin punya anak menjadi pengemis, tetapi si Emak
bingung harus berbuat apa. Si Emak cuma melanjutkan menghabiskan nasi sambil
menahan tangisnya. Akhirnya si Ujang pun diam sambil mengunyah nasi yang
tinggal sedikit lagi.
Deru mesin mobil menemani dua
insan di pinggir jalan yang sedang menikmati rezeki Allah SWT yang mereka
dapatkan. Diterangi lampu jalan mereka pun mulai berbenah untuk merebahkan
diri. Di kepala si Ujang masih penuh tanda tanya, mau jadi apa dia kelak.
Apakah akan sama seperti Emaknya saat ini?
Kisah Inspiratif Islami
Tentang Kehidupan Singkat : Jalannya Terlalu Berat
Diceritakan, ada seorang pemuda
yang akan menemui saudaranya di suatu desa. Dia bertanya kepada pamannya, di
mana rumah saudaranya itu. Pamannya membuatkan sebuah peta agar pemuda ini bisa
sampai ke desa dimana saudaranya tinggal. Dengan berbekal peta itu, si pemuda
pun berangkat.
Namun, beberapa saat kemudian, si
pemuda itu kembali lagi ke rumahnya. Saat ditanya dia menjawab, “Jalannya
terlalu berat. Terlalu mendaki dan berliku. Belum lagi bebatuan serta jurang di
sisi jalan-jalan menuju desa itu.”
“Berapa umurmu?” tanya si paman.
“Saya 25 tahun paman. Ada apa
dengan umur saya?” tanya si pemuda itu.
“Tahukah kamu, kapan saya
terakhir ke desa itu?”
“Kapan paman?” tanya si pemuda.
“Terakhir saya ke desa tersebut,
saat saya berumur 49 tahun, yaitu dua tahun yang lalu.” jawab si paman.
“Apa maksud paman?”
“Artinya, jalan ke desa itu
memang berat. Pertanyaanya adalah, kenapa paman bisa? padahal saat itu umur
paman 49 tahun? Sementara, kamu yang masih berumur 25 tahun, mengatakan terlalu
berat.” kata si paman.
Si pemuda itu terdiam. Kemudian
dia berkata, “Pada kenyataan saya tidak bisa melalui jalan itu, paman. Apa yang
harus saya lakukan?”
Si paman tersenyum. “Itu maksud
paman!”
“Bisa dijelaskan paman?” tanya si
pemuda kebingungan.
“Sebelumnya, kamu mengatakan
‘jalannya terlalu berat’. Kamu menyalahkan kondisi jalan. Tetapi, baru saja
kamu mengatakan ‘saya tidak bisa’. Kamu tahu perbedaanya?” tanya si paman
sambil tersenyum.
Si pemuda ngangguk-ngangguk.
“Artinya, masalah itu ada pada diri saya?”
“Ya, tentu saja. Kamu mulai
mengerti. Ada mindset atau pola pikir yang harus kamu perbaiki. Ini untuk
kemajuan kamu sendiri.” jelas si paman.
“Sering kali, saat kesulitan itu
ada, orang lebih sering menyalahkan apa yang ada di luar dirinya. Kamu
mengatakan, jalannya terlalu berat. Jalannya memang berat, namun yang kamu
lupakan ialah bahwa kamulah yang tidak sanggup atau tidak bisa melalui jalan
tersebut.” jelas si paman.
“Lalu, apa yang harus saya
lakukan. Apakah saya harus belajar dan berlatih untuk melalui jalan itu?” kata
si pemuda.
“Tentu saja, jika memang kamu
tidak bisa. Jika kamu tidak bisa, maka kamu harus belajar dan berlatih.” jelas
di paman.
“Tapi… jalannya sangat panjang
dan curam.” kata si pemuda.
“Eit…!”, kata si paman sambil
mengacungkan telunjuknya. “Kamu menyalahkan kondisi jalan lagi.”
“Oh iya. Saya lupa paman. Apa
yang harus saya lakukan?”
Si paman tersenyum, kemudian dia
menjelaskan:
“Jika jalan yang akan ditempuh
sangat panjang, maka langkahkan kakimu satu langkah. Niscaya, jalan yang akan
kamu tempuh sudah berkurang satu langkah. Kamu mengerti maksud saya?”
“Baiklah paman, saya mengerti.
Sepertinya saya harus belajar cara melalui jalan itu. Saya memang tidak bisa.”
kata si pemuda itu.
“Bagus, pelajaran pertama sudah
kamu pahami. Jika tidak bisa, artinya kamu harus belajar dan secara bertahap.
Namun ada satu pelajaran lagi yang harus kamu pahami sebelum kamu mengatakan
tidak bisa.” jelas si paman.
“Apa itu paman?” si pemuda
kembali penasaran.
“Sekarang, kita pergi ke jalan
yang berat itu. Benarkah kamu tidak bisa?” kata si paman.
“Saya harus mencobanya?” tanya si
pemuda.
“Ya tentu saja, kamu harus
mencobanya. Tapi, sebelum mencoba ada hal yang harus kamu perhatikan. Yuk, kita
ke sana.” ajak si paman.
Mereka pun langsung pergi menuju
jalan yang berat, menanjak dengan sangat curam dan diapit oleh jurang-jurang
yang dalam.
“Sekarang, kita duduk di warung
kopi itu sambil ngopi.” ajak si paman sambil menuju sebuah warung kopi. Di
warung kopi itu, mereka bisa melihat jalan yang berat tersebut dan aktivitas
yang ada di jalan tersebut. Mereka pun memesan kopi sambil memperhatikan jalan.
“Lihat itu!” kata si paman,
sambil menujuk ke seseorang yang berjalan, mendaki jalan yang dikatakan berat
itu sambil memikul dua karung besar berisi rumput.
Si pemuda pun itu langsung
melihat orang tersebut.
“Kamu tahu? Dia hampir setiap
hari melalui jalan terjal itu untuk mengangkut rumput yang cukup berat. Ya,
sekitar 50 kg.” kata si paman.
“Sekarang saya mengerti paman.
Jika si bapak yang mengangkut rumput saja bisa, maka saya yang tanpa beban
pasti bisa.” kata si pemuda dengan penuh antusias.
“Itu maksud paman, kamu pasti
bisa. Tapi ada yang salah.” kata si paman sambil tersenyum.
“Apa yang salah paman?” kata si
pemuda kaget. Dia sudah merasa cerdas, tetapi masih ada yang salah.
“Yang mengangkut rumput itu bukan
bapak-bapak, tetapi dia bibi Mirnah yang usianya seumur paman (51 tahun). Dia
teman paman.”
Kisah inspiratif islami tentang kehidupan singkat
Demikian kisah inspiratif Islami tentang kehidupan singkat
semoga kita bisa mengambil hikmah dari kedua cerita tersebut.
Referensi :
https://www.motivasi-islami.com/kenapa-tidak-punya-mobil/
https://www.motivasi-islami.com/jalannya-terlalu-berat/