Fenomena terkait urbanisasi di Indonesia terus berkembang
dari masa ke masa. Ada sisi positif dan negative dampak dari urbanisasi
tersebut. Urbanisasi sendiri memiliki esensi berpindahnya masyarakat dari desa
ke kota. Pada dasarnya tujuan urbanisasi adalah meningkatkan taraf ekonomi
kehidupan masyarakat kecil.
Namun tampaknya urbanisasi memiliki konsekuensi sendiri bila
kota tujuan tidak mampu untuk menampung jumlah warga, yaitu tentang ketersediaan
rumah tinggal dan pekerjaan. Banyak yang setelah datang ke kota malah
kehidupannya terlunta-lunta karena persaingan yang keras untuk bertahan hidup
di ibukota. Hal ini menyebabkan semakin banyak orang-orang yang memilih menjadi
pengemis di jalanan dan tinggal di tempat-tempat kumuh.
Tentunya potret masyarakat yang seperti itu bukan lah
harapan dan tujuan pemerintah Indonesia. Urbanisasi menjadi salah satu penyebab
banyaknya kawasan / permukiman kumuh (slum area) yang cukup menyita perhatian.
Dari masa ke masa orang-orang yang dari desa pindah ke kota
demi tujuan hidup yang lebih layak. Tapi mereka seringkali dikalahkan oleh
keadaan, mau kembali ke kampung halaman pun tak memiliki ongkos. Akhirnya
memilih bertahan hidup seadanya dan menunggu bantuan dari pemerintah datang.
Pengertian
Permukiman Kumuh dan Permasalahannya
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang PKP menyebutkan permukiman
kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni yang ditandai dengan
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Lebih detail lagi tentang apa yang dimaksud permukiman kumuh
itu, apakah tempat yang banyak pengemisnya, anak jalanannya, letaknya di bawah
jembatan, dan lain-lain, yaitu bisa dilihat dari pertama, kondisi fisiknya. Kondisi
fisik ini terlihat dari kondisi bangunan yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi
rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan
drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik. Kedua, kondisi
sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim atau tinggal di kawasan tersebut.
Kondisi sosial ekonomi budaya ini mencakup tingkat penghasilan yang rendah,
norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang menyebabkan mereka
berperilaku apatis. Ketiga, dampak yang disebabkan oleh kedua kondisi pertama
dan kedua. Dampaknya bisa berupa kesehatan yang buruk, sumber pencemaran,
sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang.
Bisa disimpulkan juga bahwa salah satu penyebab meningkatnya
permukiman kumuh didorong oleh pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan
kemampuan masyarakat secara sosial dan ekonomi untuk menciptakan permukiman
yang layak huni.
Dalam situs Kotaku.pu.go.id yang dimiliki oleh Direktorat
Jenderal Cipta Karya (Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman) Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyebutkan bahwa jumlah penduduk global di
perkotaan diperkirakan mencapai 60% pada tahun 2030, dan 70% pada tahun 2050.
Jumlah penduduk kota akan mencapai lebih dari 1 juta jiwa pada 450 kota, dengan
lebih dari 20 kota dengan status megacity. Kondisi kota-kota yang berkembang
dan berfungsi sebagai pusat kegiatan akan memicu masyarakat daerah untuk datang
ke kota mencari lapangan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.
Namun di lain pihak kota belum siap menerima banyaknya
penduduk daerah yang berimigrasi karena belum adanya system perencanaan tata
ruang kota yang bisa menerima, mengatur, dan mendayagunakan pendatang. Belum
siapnya kota juga termasuk dalam menyiapkan permukiman bagi pendatang karena
keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah untuk penataan dan pengelolaan kota.
Kebijakan
Pemerintah dalam Menangani Kawasan Permukiman Kumuh
Pemerintah memberi mandat kepada Direktorat Jenderal Cipta
Karya Kementerian Pekerjaan Umum untuk menangani kawasan kumuh dengan melakukan
penataan lingkungan maupun penyediaan rumah layak huni dan berkelanjutan.
Adapun beberapa langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk
penanganan permukiman kumuh adalah sebagai berikut :
1. Menindaklanjuti
Program PNPM Mandiri Perkotaan dengan fokus pembangunan manusia melalui
pembangunan bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk menanggulangi
kemiskinan. Karena asumsinya bahwa permukiman kumuh akan berkurang bila
masyarakatnya memiliki kemampuan secara ekonomi untuk mewujudkan rumah tinggal
yang layak bagi keluarga mereka.
2. Melalui
Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) dengan model
pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan sampai dengan operasi
dan pemeliharaan infrastruktur.
3. Wujud
dari pemberian fasilitas sarana dan prasarana dasar permukiman seperti air
minum, sanitasi, jalan lingkungan, revitalisasi kawasan, dan peningkatan
kualitas permukiman serta penyediaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
4. Program
dari Ditjen Cipta Karya yang disebut Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Kotaku merupakan
upaya strategis untuk mempercepat penanganan kumuh di perkotaan dengan Key Performance
Indicators 100 – 0 – 100, yaitu 100 persen akses air minum layak, 0 persen
permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Program Kotaku ini dalam
implementasinya membutuhkan sinergi dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
kota/kabupaten, masyarakat dan stakeholder lainnya dengan memposisikan
masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pelaku utama. Alokasi dana BPM (Bantuan Pemerintah untuk
Masyarakat) untuk mendukung Kotaku ini bersumber dari pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten, swadaya masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya serta dari Lembaga mitra pembangunan pemerintah (World
Bank, Asian Infrastructure Investment Bank, dan Islamic Development Bank).
Studi
Kasus Belajar Dari Negara yang Mengubah Permukiman Kumuh
Masalah permukiman kumuh tidak hanya dialami oleh Indonesia,
tetapi juga banyak negara maju dan berkembang lainnya. Bahkan banyak juga
tempat-tempat di negara lain dimana permukiman kumuh tidak begitu diekspose
meski ada. Mereka lebih mengedepankan berita tentang kemajuan negaranya,
seperti Jepang, Korea Selatan, Inggris.
India
Negara India memang dikenal masih memiliki PR dalam hal
kebersihan, banyak permukiman atau kawasan kumuh, bahkan di tempat-tempat umum
fasilitasnya tidak memadai. Hal ini karena kurangnya kepedulian masyarakat
setempat dalam merawat setelah menggunakan, misalnya toilet. Keberadaan toilet
sangat memprihatinkan di India karena bisa dibilang tidak layak digunakan,
meski warga tetap menggunakannya dengan kondisi sangat kotor.
Seorang pendiri dan kepala eksekutif Toilet Garv, Mayank
Midha, menemukan peluang pada tahun 2014 untuk menyediakan toilet di fasilitas
umum. Toilet yang tahan banting ini dilengkapi fungsi sensor dan perangkat
elektronik canggih yang memberikan umpan balik secara konstan kepada tim
teknisi. Jika ada orang yang tidak menyiramnya setelah menggunakan, mereka
tahu. Jika orang tidak mencuci tangan, mereka juga tahu. Otomatisasi Toilet
Garv ini dipilih untuk membuat masyarakat India menjadi lebih peduli dengan
fasilitas publik.
Dari manakah sumber dananya? Tentu sumber pembiayaan
pengadaan Toilet-toilet Garv ini berasal dari Pemerintah India dan pengguna
yang membayar setiap kali menggunakannya. Selain itu, dana juga diperoleh dari
iklan-iklan toilet yang dibangun di luar ruangan dengan papan iklan dan
kios-kios yang menjual produk layanan masyarakat, seperti pulsa internet.
Nairobi
Tantangan lainnya selain sanitasi yang terkait dengan
permukiman kumuh adalah akses terhadap air minum bersih. Banyak kawasan yang
tidak memiliki jalur perpipaan sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana
untuk pengadaan atau memperpanjang jalur pipa air bersih.
Jika pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk pengadaan
tersebut sehingga solusinya adalah warga datang ke kios untuk membeli air yang
mana orang menggunakan token untuk memperolehnya. Perusahaan rekayasa dan
manufaktur pipa Denmark, Grundfos, untuk menyediakan “ATM air” di daerah kumuh
di kota terbesar Nairobi, yaitu Mathare.
Manhattan
Di Kota New York, sebelum kini didirikan rumah-rumah mahal,
ada kawasan bernama Five Points di Manhattan (1842). Upaya pemerintah di daerah
tersebut untuk menangani kawasan kumuh adalah dengan meratakannya dengan tanah.
Di Five Points ribuan rumah dihancurkan untuk membuka lahan bagi taman dan Gedung
pengadilan. Lalu kemana perginya para warga? Pemerintah AS saat itu tidak punya
rencana tentang apa yang harus dilakukan dengan mereka yang terusir. Para warga
pun tidak memiliki tempat tujuan. Tentu menimbulkan masalah besar jika hanya
memperbaiki lahannya tetapi warga dibiarkan terlantar begitu saja.
Finlandia
Negara Finlandia adalah negara yang dikenal warganya hidup
paling bahagia. Karena hidup mereka tidak dikejar oleh jam kerja yang padat dan
pemerintah yang sangat peduli dengan kesejahteraan warga.
Untuk menghadapi kawasan kumuh di Finlandia memang tidak
butuh waktu yang sedikit. Dari tahun ke tahun pemerintah membangun rumah
tinggal layak huni sederhana yang diperuntukkan bagi warga kurang mampu, para
gelandangan, dan pengemis.
Jika melihat soal biaya yang dikeluarkan pemerintah tentu
memakan anggaran yang tidak sedikit. Tapi hal ini dinilai sangat berpengaruh
bagi pemerintah untuk puluhan tahun ke depan. Mereka bisa meminimalisir
anggaran untuk subsidi kesehatan masyarakat dan masalah lainnya. Dengan
memiliki rumah tinggal sendiri, warga yang tadinya tidur di jalan bisa mulai
tenang dan tidak mabuk-mabukan, tidak menimbulkan kekacauan masyarakat, seperti
mencuri. Dengan memiliki rumah sendiri, warga juga jadi bisa merawat dirinya
sendiri sehingga kesehatan pun terjaga. Berbeda dengan saat mereka tidur
sebagai gelandangan, factor kesehatan menjadi rawan.
Dari keempat contoh negara di atas berbeda-beda kebijakan
pemerintah yang diambil untuk menangani masalah permukiman kumuh. Hal ini
sangat tergantung dengan bagaimana karakter warga masing-masing dan keadaan ekonomi
sosial.
Pemerintah Indonesia diharapkan bisa lebih bijak dalam
mengambil keputusan untuk pelayanan publik. Sinergi pemerintah dan stakeholder
lain sebaiknya tidak menggunakan peluang untuk kepentingan pribadi dan golongan
saja, tetapi untuk kepentingan masyarakat.
Sumber :
Ita. 2019. Mereka yang Ubah Daerah Kumuh di Berbagai Negara
Jadi Permukiman Layak dalam https://news.detik.com/bbc-world/d-4426586/mereka-yang-ubah-daerah-kumuh-di-berbagai-negara-jadi-permukiman-layak
(diakses 23 April 2021).
Sepris Yonaldi. 2015. Permukiman Kumuh dan Upaya Penanganannya
dalam http://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=7422&catid=2&
(diakses 23 April 2021).
Tentang Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dalam http://kotaku.pu.go.id/page/6880/tentang-program-kota-tanpa-kumuh-kotaku
(diakses 23 April 2021).
NB :
Artikel ini pernah saya terbitkan di website resmi LPKN tahun 2021.