Cerita berikut ini adalah bagian dari sebuah memoar yang saya tulis dan saya bukukan dalam bentuk ebook. Bercerita tentang seorang wanita Pakistan yang dijuluki The Iron Lady of Pakistan, yaitu Muniba Mazari.
Muniba
Mazari memiliki pendapat bahwa ketika dia tidak bisa menemukan pahlawan dalam
diri orang lain, dia akan menemukan pahlawan dalam dirinya. Dan setiap orang
adalah pahlawan bagi hidupnya sendiri.
Suatu
peristiwa bom yang melanda Pakistan waktu itu, Pakistan adalah negara yang
terkenal dengan tempat bersarangnya teroris, yang terjadi di sebuah sekolah.
Teroris mampu membunuh puluhan orang dalam waktu sekejap, dan tidak terkecuali
seorang pelajar di Pakistan yang bernama Waleed Khan. Teroris berhasil menembak
3 kali di wajahnya dan 5 kali di tubuhnya. Tapi Waleed Khan tetap hidup meski
kondisinya tak seutuh dulu.
Muniba
Mazari ditugaskan untuk menghibur anak-anak di sekolah itu setelah kejadian
tersebut. Melihat wajah anak-anak yang tak berdosa seolah tersirat pertanyaan
dari mereka, apa yang salah dari mereka yang tiba-tiba didatangi teroris ketika
mereka sedang belajar?
Dan
Muniba Mazari pun juga mengunjungi Waleed Khan. Karena banyaknya peluru yang
mengenai wajah dan tubuhnya, kini wajahnya menjadi penuh luka. Muniba sempat
bingung untuk memilih kalimat-kalimat yang bisa dia sampaikan kepada Waleed
Khan. Namun seketika setelah bertemu Waleed Khan malah langsung meminta Muniba
untuk berselfie.
Tidak
ditemui setitik kesedihan pun dari Waleed Khan ketika itu. Dia mengganggap
luka-lukanya adalah sebuah penghargaan karena melindungi teman-temannya ketika
itu. Dan ini adalah bayaran dari masa depan besar yang sedang menanti Waleed
Khan.
Berkaca
dari Waleed Khan, Muniba Mazari semakin bersemangat untuk terus menjalani
kehidupan yang berguna untuk orang lain. Ketika kita berguna bagi kehidupan
orang lain, maka disitulah hidup berbicara padamu untuk terus memintamu terus
kuat menjalani hidup.
Bersikap Baik Pada Diri Sendiri
Jika
dulu Muniba Mazari merasa dia harus selalu menyenangkan hati orang tuanya, dia
harus menjadi perempuan yang patuh pada kehendak keluarganya. Sehingga dia
tidak bisa menemukan kehadiran dirinya sendiri. Kini semua itu berbeda.
Muniba
Mazari lebih memilih untuk berdamai dengan diri sendiri, merasakan apa yang
sebenarnya diri kita inginkan akan sangat membantu menemukan cinta. Cintailah
diri sendiri sebelum kita mencintai orang lain. Karena dengan kebaikan pada
diri kita sendiri, maka kebaikan pun akan terpancar bagi orang lain.
Tidak
jarang menemukan orang-orang yang masih saja merasa iri dan tidak suka melihat
orang lain sukses dan bahagia. Justru mereka itulah orang-orang yang sebenarnya
membutuhkan pertolongan, pertolongan untuk bisa mencintai dirinya sendiri.
Segala penyakit hati yang masih tersimpan di dalam hati artinya kita belum bisa
mewujudkan apa yang menjadi sumber keirian dan kedengkian kita. Yang bisa
dilakukan hanyalah merasa iri terhadap apa yang bisa diraih oleh orang lain.
Bersikap
baik pada diri sendiri membantu kita untuk terus bangkit, mengevaluasi diri,
dan kemudian memperbaikinya. Jika kita menemukan kesalahan dalam diri kita tak
seharusnya kita lantas menjadi malu dan semakin terpuruk. Kita selalu punya
pilihan untuk mengambil sikap, terus merasa bersalah atau memperbaikinya.
Tidak
perlu juga mencintai diri secara berlebihan dengan memanjakan diri membeli
barang-barang diinginkan. Bedakan antara kebutuhan dan nafsu semata. Mencintai
diri sendiri tidak harus dengan berfoya-foya. Cukup katakan pada diri sendiri
“kamu hebat hari ini”, maka rasakan perbedaannya pada hati kecil
kita. Masih kah ada dendam, amarah, rasa kecewa, dan hal negatif lainnya?
Kebahagiaan Sejati Adalah Ketika
Kita Mampu Bersyukur
Tidak
semua orang mampu mensyukuri atas apa yang dia hadapi dalam hidup. Semua orang
pasti mau mengucap syukur tapi sayangnya rasa syukur itu tidak bisa sekedar
diucapkan, tapi dirasakan. Rasa syukur itu adalah bentuk keikhlasan kita.
Pada
awalnya Muniba Mazari tidak bisa melakukannya. Sehingga dia tidak bisa
melepaskan mantan suaminya yang pada saat itu tidak mencintainya lagi. Bukan
karena kecelakaan yang menimpa Muniba Mazari. Karena perasaan itu hanya akan membuat
dendam dihatinya. Namun karena rasa cinta yang tak pernah hadir diantara
mereka. Dan akhirnya Muniba Mazari pun berhasil melepaskannya. Perceraian
memang menakutkan. Tapi itu hanyalah ketakutan yang tak pernah terwujud bahkan
ketika Muniba memutuskan untuk bercerai. Dia tak bisa memaksakan orang lain
yang tak lagi ingin hidup di sampingnya.
Rasa
syukur Muniba pun hadir lagi pada saat dia mampu menerima dirinya sendiri.
Kenyataan bahwa dia tak akan pernah meninggalkan kursi rodanya adalah hal yang
pertama dia sadari. Dan kali ini dia benar-benar ingin melakukannya untuk
dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.
Kita tak
akan pernah bisa merasa puas karena memang pada dasarnya manusia selalu
memiliki keinginan yang lebih dan lebih. Tapi kita bisa memiliki rasa bahagia
ketika kita mampu merasa berguna untuk orang lain. Bukan diri kita yang
dibutuhkan hanya badan dan uang kita saja lho, tapi benar-benar kita dibutuhkan
karena kehadiran diri kita. Uang bukan lah satu-satunya cara untuk berbahagia.
Kita bahagia tanpa uang. Pergilah sejenak mengunjungi anak-anak yatim piatu dan
berikan senyum kita, maka mereka akan merasa bahagia. Jadi bahagia itu
sederhana kok. Dan kebahagiaan sejati hanya bisa kita temukan ketika kita mampu
bersyukur apapun kondisinya. Ikhlas dan terima. Biarkan Tuhan yang bekerja
untuk kehidupan kita selanjutnya. Karena pada dasarnya semua ini Dia-lah yang
Maha Kuasa.
Cerita selengkapnya bisa Anda dapatkan di dalam ebook dengan cara download di sini.